RAMADHAN: MENDIDIK MUSLIM MENJADI DERMAWAN
a. Empati Kepada Fakir-Miskin
Ramadhan menjadi bulan santunan manakala orang-orang beriman sadar sepenuhnya bahwa puasanya mendidik mereka untuk memiliki empati kepada fakir miskin karena merasakan lapar dan haus sebagaimana yang mereka rasakan. Karena itu kaum muslimin selayaknya menjadi pemurah dan dermawan. Memberi dan berbagi harus menjadi watak yang ditanamkan.
Segala amal yang berkaitan dengan amwal (harta) seperti zakat fitrah sedekah, infak, wakaf, dan sebagainya, bahkan zakat harta pun sebaiknya dilakukan di bulan yang mulia ini. Memberi meskipun kecil, bernilai besar di sisi Allah. Siapa yang memberi makan minum pada orang yang berpuasa meskipun hanya seteguk air, berpahala puasa seperti yang diperoleh orang yang berpuasa.
Sejatinya, menjalankan ibadah tidak sekadar ritual. Ada maksud Tuhan di balik perintah-Nya melalui kitab suci. Ada aspek vertikal, ada pula aspek horizontalnya. Ada aspek teosentris (ketuhanan), ada pula aspek antroposentrisnya (kemanusiaan).
Termasuk dalam ibadah puasa. Sebagaimana yang tercermin dalam perintah Allah di surat Al Baqarah:
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al-Baqarah: 185)
Perintah puasa bertujuan untuk mencapai ketaqwaan. Sepintas kita memaknai ketaqwaan hanya bermuatan transendental. Namun jika diurai, nilai ketaqwaan tidak lepas dari relasi manusia dengan manusia lainnya.
Singkatnya, berpuasa dapat membentuk insan yang semakin dekat dengan Tuhan, pun membentuk kesalehan sosial individu.
Bentuk empati yang kasat mata di balik perintah puasa adalah dengan merasakan kesusahan yang dirasakan si fakir dan si miskin, meski hanya dari terbit hingga terbenamnya sang surya.
Namun, empati tidak cukup hanya dengan sekadar merasakan yang dirasa si fakir dan si miskin. Jika demikian, kesalehan sosial kita belum terbentuk. Karenanya, ada tuntunan yang diajarkan Rasulullah dalam ibadah di bulan suci ini, selain ibadah yang sifatnya wajib.
Rasa solidaritas, tepa selira, dan saling menghargai juga kerap dirasakan selama bulan suci ini. Ritual yang dilakukan serta kebiasaan di masyarakat, seperti berbuka puasa bersama, salat tarawih berjamaah, dan kebiasaan lainnya membuat relasi sosial antarmasyarakat kembali terjalin.
b. Menumbuhkan jiwa dermawan
Ramadhan mendidik kaum muslimin untuk senang berinfak. Ramadhan mampu membentuk jiwa orang yang berpuasa menjadi dermawan dengan memberikan kebaikan kepada orang lain.
Misal, memberikan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa.
“Barang siapa memberikan makanan berbuka kepada orang berpuasa, maka baginya pahala serupa yang diberikan kepada orang yang berpuasa. Hanya saja pahala orang yang puasa tidak berkurang sedikitpun.” (HR. Tarmudzi)s
Lalu, memperbanyak sedekah. Sabda Rasulullah Saw:
“Sebaik-baik sedekah adalah di bulan Ramadhan.” (HR. Muslim)
Orang yang berpuasa juga diperintahkan membayar zakat fitrah. “Rasulullah SAW menetapkan zakat fitrah sebagai penyuci orang berpuasa dari perbuatan dan perkataan buruk serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majjah)
Rasulullah SAW bersabda,
”Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan, yaitu ketika Jibril menemuinya. Jibril selalu menemuinya setiap malam bulan Ramadhan, lalu memantau bacaan Al-Qur’an beliau. Pada saat ditemui Jibril, Rasulullah lebih dermawan dengan penuh kebaikan (lebih cepat) daripada angin yang ditiupkan.” (HR. Bukhari Muslim).
Sifat dermawan merupakan pekerjakan yang memang di ajarkan, namun dermawan pada dasarnya bukan hanya berbentuk harta, melainkan segala hal bisa mendatangkan mamfaat.
Kedermawanan memiliki beberapa tingkatan diantaranya:
1. Kedermawan dengan jiwa. Ini merupakan tingkatan kedermawanan paling tinggi.
2. Kedermawanan dengan kenikmatan dan kesenangan serta pengerahan jiwa raganya, dimana dia mendermakannya sampai lelah dan mengeluarkan banyak tenaga untuk kepentingan orang lain.
3. Kedermawanan dengan ilmu. Ia lebih baik daripada kedermawanan dengan materi, karena ilmu lebih mulia.
4. Kedermawanan dengan kehormatan. Misalnya, memberikan rekomendasi dengan cara pergi bersama orang tersebut menuju kepada orang yang mempunyai kekuasaan dan lain-lainnya, dan yang demikian itu merupakan zakat kehormatan yang dituntut dari seseorang, sebagaimana mengajar dan menyebarkan ilmu merupakan zakat pemilik ilmu.
5. Kedermawanan dengan memanfaatkan fisik dengan segala macamnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw: Pada tiap-tiap ruas tubuh manusia ini harus dikeluarkan sedekah setiap hari dimana pada hari itu matahari terbit. Berbuat adil terhadap dua orang (yang berseteru) merupakan sedekah, membantu seseorang merupakan sedekah, membantu seseorang untuk menaikkan atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas binatang tunggangan (kendaraan)nya adalah sedekah, dan kata-kata yang baikpun sedekah, dan setiap langkah yang engkau tempuh dalam perjalanan menuju ke masjid adalah sedekah, dan menyingkirkan gangguan dari jalanan juga sedekah. (Muttafaqun ‘alaih).
6. Kedermawanan dengan barang-barang berharga. Kedermawanan ini merupakan bentuk keselamatan dada dan ketenangan hati serta keselamatan dari permusuhan makhluk dalam mengejarnya.
7. Kedelapan, kedermawanan dengan kesabaran, pengendalian diri, dan pemberian maaf. Kedermawanan ini merupakan tingkatan mulia, dan lebih bermanfaat dari kedermawanan dengan harta kekayaan bahkan lebih mulia. Dan hal ini tidak dapat dilakukan kecuali oleh jiwa-jiwa yang besar.
8. Kedermawanan dengan akhlak terpuji dan wajah berseri-seri. Tingkatan ini di atas tingkatan berderma dengan kesabaran, pengendalian diri, dan pemberian maaf, dimana ia dapat mengantarkan pelakunya sampai tingkatan orang yang berpuasa lagi bangun malam, dan hal ini pula yang memberatkan timbangan.
c. Keutamaan memberi di bulan Ramadhan
Satu pahala amalan yang dilakukan pada bulan Ramadan al-mubarak akan digandakan menjadi seribu. Sebagaimana yang diketahui, setiap huruf al-Quran al-karim mempunyai sepuluh pahala. Ia dikira sebagai sepuluh kebaikan dan ia menghasilkan sepuluh biji buah dari Syurga sebagaimana yang diceritakan oleh hadis Nabi (s.w.t). Pada bulan Ramadan, setiap huruf tersebut akan melahirkan seribu buah akhirat sebagai ganti sepuluhnya. Setiap huruf ayat al-Quran, seperti ayat al-Kursi akan membuka pintu di hadapan ribuan kebaikan itu supaya buah-buahan hakiki di akhirat kelak akan keluar berjuntaian. Kebaikan tersebut akan bertambah pada hari Jumaat pada bulan Ramadan dan pada malam Lailah al-Qadr pula, ia mencapai tiga puluh ribu kebaikan.
Misal, memberikan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa. “Barang siapa memberikan makanan berbuka kepada orang berpuasa, maka baginya pahala serupa yang diberikan kepada orang yang berpuasa. Hanya saja pahala orang yang puasa tidak berkurang sedikitpun.” Demikian kata Rasulullah diriwayatkan Tarmudzi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar