HIBAH, SEDEKAH
DAN HADIAH
DALAM PERSPEKTIF
FIKIH
Misbah Khusurur[1]
- PENDAHULUAN
Imam
Sya>fi\‘i membagi ‘at}iyyah[2] menjadi
beberapa bagian. Menurutnya, pemberian harta benda secara suka rela atau
pemberian tanpa ganti rugi dari seseorang kepada orang lain itu dibagi dua.
Pertama, pemberian yang ditangguhkan sampai meninggalnya sang pemberi; Kedua,
pemberian yang terlaksana sewaktu pemberi masih hidup, yang terdiri dari: (1)
Pemberian hak milik secara murni, meliputi hibah, hadiah dan sedekah (s}ada>qat
at-tat}awwu‘); (2) Wakaf[3], yakni
pemberian harta benda di jalan Allah. Kepemilikan harta diberikan kepada Allah
dan manfaatnya diberikan untuk umum.[4]
Dalam
makalah ini, penulis akan menjelaskan tentang hibah, hadiah dan sedekah.
Ketertarikan ini bermula dari pengalaman penulis ketika berinteraksi dengan
masyarakat, kebanyakan dari mereka sering memakai istilah hibah, hadiah dan sedekah tanpa mengerti
persamaan dan perbedaan dari ketiga istilah tersebut. Padahal kalau diteliti,
dilihat dari segi istilah, terdapat perbedaan di antara ketiganya yang penting
untuk dimengerti agar tidak terjadi kerancuan dalam pemakaian istilah. Oleh karena itulah, penulis tergerak untuk
mengupasnya dengan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah persamaan
dan perbedaan hibah, sedekah, dan hadiah dalam perspektif fikih?
2. Apakah
hukum hibah, sedekah, dan hadiah serta dasar hukumnya masing-masing?
- PEMBAHASAN
- Pengertian
Hibah, Hadiah dan Sedekah
Dalam
hal ini, penulis akan memaparkan pengertian hibah, hadiah, dan sedekah dalam
perspektif fikih.
a. Pengertian
Hibah
Dilihat
dari segi bahasa, kata hibah diambil dari bahasa Arab Hubu>b ar-Ri>h}
yang berarti berlalunya angin, karena hibah berlalu
dari satu tangan ke tangan yang lain.
Bisa juga diambil dari mas}dar kata habba yang berarti bangun
tidur, karena pelaku hibah telah tergugah untuk melakukan kebaikan.[5]
Menurut
istilah fikih, fuqaha> mendefinisikan
hibah sebagai berikut:
1) An-Nawawi
dan Muhammad Qal‘aji
اَلْهِبَّةُ
هِيَ التَّمْلِيْكُ بِلاَ عِوَضٍ
2) Ad-Dimya>t}i
اَلْهِبَّةُ
هُوَ تَمْلِيْكُ تَطَوُّعٍ فِي حَيَاةٍ، لَالِإِكْرَامٍ، وَلَالِأَجْـلِ ثَـوَابٍ أَوِ
احْتِيَاجٍ
"Hibah
adalah penyerahan hak milik secara suka rela semasa hidup, bukan dalam rangka
untuk memuliakan, bukan untuk tujuan mendapat pahala, dan bukan pula untuk
suatu kebutuhan.”[7]
Kalau
dicermati, ketiga definisi di atas mempunyai pengertian yang sama. Setiap akad
yang di dalamnya terkandung penyerahan hak milik seseorang kepada orang lain
semasa hidupnya tanpa imbalan (ganti rugi) itu disebut Hibah.
b. Pengertian
Hadiah
Menurut
istilah fikih, hadiah didefinisikan sebagai berikut:
1. Zakariyya>
Al-Ans}a>ri
( اَلْهَدِيَّةُ وَهِيَ ) تَمْلِيْكُ ( مَا يُحْمَلُ ) أَيْ يُبْعَثُ
( غَالِبًا ) بِلاَ عِوَضٍ إِلَى الْمُهْدَى إِلَيْهِ ( إكراما )
Hibah adalah penyerahan hak
milik harta benda tanpa ganti rugi yang
umumnya dikirimkan kepada penerima untuk memuliakannya.”[8]
2. Sayyid
Sa>biq
اَلْهَدِيَّةُ
كَالْهِبَّةِ حُكْمًا وَمَعْنًى
Dalam
pengertian ini, Sayyid Sa>biq tidak membedakan antara hadiah dengan hibah
dalam segi hukum dan segi makna. Hibah dan hadiah adalah dua istilah dengan
satu hukum dan satu makna. Sehingga ketentuan yang berlaku bagi hibah berlaku
juga bagi hadiah.
3. Muhammad
Qal‘aji
اَلْهَدِيَّةُ هِىَ إِعْطَاءُ شَيْئٍ بِغَيْرِ عِوَضٍ صِلَةَ وَتَقَرُّبًا وَإِكْرَامًا
Hadiah adalah pemberian sesuatu
tanpa imbalan untuk menyambung tali silaturrah}im, mendekatkan hubungan, dan
memuliakan.”[10]
Dalam
pengertian ini, Muhammad Qal‘aji menegaskan bahwa dalam hadiah tidak murni
memberikan tanpa imbalan, namun ada tujuan tertentu yakni adakalanya untuk
menyambung tali silaturrah}im, mendekatkan hubungan, dan memuliakan.
Kalau
dipahami, ada titik temu antara ketiga definisi di atas, yakni hadiah adalah
pemberian tanpa imbalan, sama seperti hibah. Sayyid Sa>biq menganggap hibah
dan hadiah adalah sama persis, sedangkan Zakariyya> Al-Ans}a>ri dan
Muhammad Qal‘aji membedakannya. Hibah murni pemberian tanpa imbalan, sedangkan hadiah
bertujuan untuk memuliakan. Mayoritas fuqaha> cenderung membedakan antara
hibah dan hadiah.
c. Pengertian
sedekah
Kata
sedekah di adopsi dari bahasa Arab s}adaqah yang dalam perspektif fikih
didefinisikan sebagai berikut:
1. An-Nawawi
اَلصَّدَقَةُ هِيَ التَّمْلِيْكُ
بِلاَ عِوَضٍ لِلْمُحْتَاجِ تَقَرُّباً إِلَى اللهِ تَعَالَى وَطَلَباً لِثَوَابِ
الْآخِرَةِ
S}adaqah adalah pemberian hak milik pada
orang yang membutuhkan tanpa imbalan untuk mendekatkan diri pada Allah swt. dan
mencari pahala akhirat.”[11]
2. Zakariyya
Al-Ans}a>ri
(الصَّدَقَةُ وَهِيَ) تَمْلِيكُ (مَا يُعْطَى) بِلَا عِوَضٍ (لِلْفَقِيرِ)
عِبَارَةُ الْأَصْلِ لِلْمُحْتَاجِ (لِثَوَابِ الْآخِرَةِ)
S}adaqah adalah penyerahan hak milik
suatu benda yang diberikan tanpa imbalan kepada orang yang membutuhkan untuk memperoleh pahala akhirat.”[12]
3. Sa‘di Abu
Habib
اَلصَّدَقَةُ هِيَ مَا يُعْطَى عَنْ وَجْهِ
الْقُرْبَى للهِ تَعَالَى
Dari
ketiga definisi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa setiap pemberian harta
benda tanpa imbalan (ganti rugi) yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri atau
memperoleh pahala dari Allah swt. itu disebut sedekah.
Dari
pengertian hibah, hadiah, dan sedekah tersebut, dapat disimpulkan bahwa hibah
dalam arti umum mencakup hadiah dan sedekah. Sehingga sedekah dan hadiah dapat
disebut dengan hibah. Namun hibah tidak bisa disebut hadiah atau sedekah.
Perbedaannya hanyalah kalau hibah berupa pemberian hak milik tanpa imbalan dan
tanpa tujuan tertentu, sedangkan hadiah diberikan dengan tujuan untuk
memuliakan, dan sedekah diberikan untuk mendapat pahala dari Allah swt.
- Hukum
dan Dasar Hukum Hibah, Hadiah, dan Sedekah
a. Hukum
Hibah, Hadiah, dan Sedekah
Hukum
dari hibah, sedekah, dan hadiah adalah sunah. Namun yang paling utama dari
ketiganya adalah sedekah, karena pada umumnya sedekah diberikan kepada orang
yang membutuhkan. Lebih utama lagi apabila bersedekah kepada tetangga dan
kerabat.[14]
Hukum
sunah tersebut berimplikasi apabila hibah, hadiah dan sedekah dilakukan akan
mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak mendapat dosa.
b. Dasar
Hukum Hibah, Hadiah, dan Sedekah
1) Al-Qur‘an
وَآَتَى الْمَالَ
عَلَى حُبِّهِ
“...Memberikan
harta yang dicintainya…” (Q.S. al-Baqarah : 177).
Ayat
di atas menganjurkan agar seseorang mau bersedekah ketika orang tersebut masih menyukai
harta, artinya orang tersebut masih dalam keadaan sehat. Ayat ini menunjukkan
sedekah di waktu sehat lebih utama daripada sedekah menjelang kematian.
Penyebabnya antara lain: a) Orang yang sehat masih membutuhkan harta benda
sedangkan orang yang hampir meninggal sudah tidak membutuhkannya; b) Memberikan
di waktu sehat menunjukkan keyakinan si pemberi terhadap janji dan ancaman
Allah swt; c) Memberi di waktu sehat lebih berat sehingga pahalanya lebih
besar; d) Orang sehat memberi karena taat dan ingin mendekatkan diri kepada
Allah swt.; e) Hal itu dikuatkan dengan firman Allah swt. dalam su>rah
A<li ‘Imra>n yang artinya: “Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”, dan firman Allah swt. dalam su>rah
al-Insa>n ayat 80 yang artinya: “ dan mereka memberikan makanan yang
disukainya …”.[15]
فَإِنْ
طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْئًا مَرِيْئًا
“...Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya. ” (Q.S. An-Nisa> : 4).
Ayat
di atas menganjurkan agar menerima hibah dari seseorang yang memberi dengan
senang hati. Dari ayat ini bisa dipahami apabila si pemberi (mu>hib) memberi
dengan tidak senang hati maka pemberiannya jangan diterima.
إِنْ تُبْدُوا
الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ
خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
خَبِيْرٌ
“ Jika kamu menampakkan
sedekah(mu), Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan
kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka menyembunyikan itu lebih baik
bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu;
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah: 271).
Ayat
di atas menjelaskan bahwa sedekah boleh dilakukan dengan terang-terangan dan
boleh dilakukan sembunyi-sembunyi, namun sedekah dengan sembunyi-sembunyi itu
lebih baik.
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“ dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (Al-Ma>idah: 2).
\Ayat di atas memerintahkan agar
tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. Hibah, sedekah dan
hadiah adalah perbuatan baik, sehingga termasuk yang diperintahkan dalam ayat
ini.
2) Hadis
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَافَحُوا يَذْهَبِ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا
تَحَابُّوا
“ Rasulullaah saw. Bersabda:
“Berjabat tanganlah maka akan hilang rasa dendam dan denki dan saling memberi
hadiahlah maka kalian akan menjadi saling mencintai.” (H.R. Ma>lik).
Hadis
di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. menganjurkan agar umatnya saling
berjabat tangan dan saling memberi hadiah satu sama lain. Tujuannya adalah agar
tercipta suasana saling mencintai dan mengasihi.
لَا تَحْقِرَنَّ
جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“ Rasulullaah saw. Bersabda: “Janganlah menghina seorang
tetangga (jika ia memberi hadiah) walaupun hanya kuku kambing.” (H.R. Bukha>ri dan Muslim).
Hadis
di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. melarang umatnya untuk meremehkan pemberian
orang lain, walaupun pemberian itu tidak bernilai tinggi.
إِنَّ الصَّدَقَةَ
لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ عَنْ مِيْتَةِ السُّوْءِ
“ Sesungguhnya sedekah itu dapat
memadamkan murka Tuhan dan menghindarkan diri dari mati su>’ul
kha>timah.” (H.R. Tirmiz\i).
Hadis
di atas menjelaskan bahwa salah satu manfaat sedekah adalah dapat mencegah
murka Allah swt. dan dapat menghindarkan
diri dari mati dalam keadaan su>’ul kha>timah.
- Ketentuan
Hibah, Hadiah, dan Sedekah
Yang
dimaksud dengan ketentuan di sini mencakup ketentuan lahir yang meliputi dan
rukun serta ketentuan batin yang meliputi adab-adab dalam melakukan hibah,
sedekah, ataupun hadiah.
Ketentuan
lahir dari hibah, sedekah, dan hadiah adalah sebagai berikut:
a. Syarat
Rukun Hibah
Yang
dimaksud dengan ketentuan di sini adalah syarat-syarat dan ruku-rukun hibah.
Hibah akan terlaksana dengan baik dan mendapat pahala apabila syarat dan
rukunnya terpenuhi.
Menurut
jumhur ulama rukun hibah ada 4, yaitu:
1) Wa>hib
Wa>hib
adalah pemberi hibah yang menghibahkan barang miliknya. Wa>hib disyaratkan:
a) Pemilik
sempurna
b) Cakap dalam
membelanjakan harta, yakni ba>lig dan berakal.
c) Memberi
dengan sukarela, tanpa paksaan
2) Mauhub lah
Mauhub
lah adalah
penerima hibah. Penerima hibah disyaratkan sudah wujud ketika akad hibah
dilakukan. Oleh sebab itu, hibah tidak boleh diberikan kepada anak yang masih
dalam kandungan.
3) Mauhub/Hibah
Mauhub
adalah barang
yang dihibahkan. Syarat mauhub adalah sebagai berikut:
a) Mauhub adalah milik sempurna wa>hib.
b) Mauhub sudah ada ketika akad hibah
dilakukan.
c) Mauhub berupa barang yang boleh
dimiliki menurut agama.
d) Mauhub telah dipisahkan dari harta
milik penghibah.
b. Syarat
Rukun Hadiah dan Sedekah
Syarat
dan rukun hadiah dan sedekah sama dengan hibah, hanya saja dalam hadiah dan
sedekah tidak disyaratkan adanya ijab kabul.[17]
Ketentuan
batin hibah, hadiah, dan sedekah agar diterima oleh Allah swt. adalah ikhlas,
artinya pemberi hibah, hadiah, dan sedekah harus ikhlas bahwa pemberiannya itu
semata-mata karena ketaatan dan ketundukkan kepada Allah swt., bukan untuk
tujuan sombong atau memamerkan kekayaan. Hibah, hadiah, dan sedekah akan
menjadi sia-sia manakala tidak didasari dengan hati yang ikhlas.
- Hikmah
Hibah, Hadiah, dan Sedekah
Disyari’atkannya
hibah, hadiah, dan sedekah tentunya mengandung hikmah yang bisa diperoleh oleh
orang yang mengamalkannya. Hikmah
tersebut antara lain:
a. Menumbuhkan
rasa kasih sayang sesama umat manusia
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَافَحُوا يَذْهَبِ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا
تَحَابُّوا
Rasu>lullaah saw. bersabda:
“Berjabat tanganlah maka akan hilang rasa dendam dan dengki dan saling memberi
hadiahlah maka kalian akan menjadi saling mencintai.” (H.R. Ma>lik).
b. Menjadikan
harta benda menjadi berlipat
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
Rasu>lullaah saw. bersabda: “ٍSedekah
itu akan dibalas dengan 10 kali lipat” (H.R. Ibnu Ma>jah).
Hadis
ini menjelaskan bahwa ketika seseorang bersedekah, maka hartanya tidak menjadi
berkurang, melainkan akan bertambah.
c.
Terjauh dari murka Allah swt.
إِنَّ الصَّدَقَةَ
لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ عَنْ مِيْتَةِ السُّوْءِ
“Sesungguhnya sedekah itu dapat
memadamkan murka Tuhan dan menghindarkan diri dari mati su>’ul
kha>timah.” (H.R. Tirmiz\i).
d. Terjauh
dari siksa neraka
وَقَالَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " اِتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشَقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ
لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Rasu>lullaah saw. bersabda: “Jagalah
diri kalian dari siksa api neraka walau dengan (bersedekah) separuh biji kurma.
Jika tidak memilikinya, maka (bersedekahlah) dengan berbicara dengan perkataan
yang baik.” (H.R. Bukha>ri).
e.
Terjauh dari berbagai macam bencana
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلصَّدَقَةُ
تَسُدُّ سَبْعِيْنَ بَاباً مِنَ السُّوْءِ
Rasu>lullaah saw. bersabda: “Sedekah
itu dapat menutup (mencegah) 70 macam keburukan (bencana).” (H.R. At}-Tabara>ni).
Demikian
uraian penulis tentang hibah, sedekah, dan hadiah. Namun perlu dimengerti pula
bahwa selain tiga (3) istilah tersebut masih ada satu istilah lagi yang terkait
dengan sedekah, yaitu infak. Sebagai tambahan, penulis akan menjelaskan tentang
pengertian dari infak tersebut.
Menurut
bahasa, infak berasal dari bahasa Arab “Infa>q” yang berarti menyerahkan
harta benda[18].
Sedangkan menurut istilah, infak adalah memempergunakan harta benda untuk
memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan lainnya.[19]
Menurut
Imam Ar-Ra>zi, infak dibagi menjadi dua , yaitu infak wajib dan infak sunah.
Infak wajib itu meliputi tiga hal, yaitu 1) Infak yang berupa zakat; 2) Infak
untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan orang yang wajib diberi nafkah
seperti anak dan istri; dan 3) Infak untuk jihad di jalan Allah swt., Sedangkan
infak sunah itu berupa sedekah.[20] Hibah dan
hadiah juga termasuk dalam infak sunah.
Dari
penjelasan tersebut diperoleh pengertian bahwa makna infak lebih luas dari
makna hibah, sedekah, dan hadiah. Infak itu bisa berupa zakat, bisa berupa
nafkah untuk anak istri, bisa juga berupa hibah, sedekah, dan hadiah. Dalam
penggunaannya, kata infak seringkali digunakan dengan makna sedekah untuk
kepentingan umum, seperti membangun masjid, membangun madrasah, membangun
jalan, dan lain-lain.
- PENUTUP
Dari
uraian yang telah penulis paparkan di atas diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Persamaan
dari hibah, hadiah dan sedekah adalah sama-sama berupa pemberian tanpa imbalan,
sedangkan perbedaannya adalah kalau hibah berupa pemberian hak milik tanpa
imbalan dan tanpa tujuan tertentu, sedangkan hadiah diberikan dengan tujuan
untuk memuliakan, dan sedekah diberikan untuk mendapat pahala dari Allah swt. Hibah
dalam arti umum mencakup hadiah dan sedekah. Sehingga sedekah dan hadiah dapat
disebut dengan hibah. Namun hibah tidak bisa disebut hadiah atau sedekah.
2. Hukum
hibah, hadiah dan sedekah adalah sunah, sehingga orang yang mengerjakannya akan
mendapat pahala dari Allah swt. Hukum sunah ini didasarkan pada Q.S. al-Baqarah
: 177 dan 271, Q.S. An-Nisa> : 4, dan Hadis Riwayat Bukha>ri, Muslim,
Ma>lik, dan Timi>z\i.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis sengaja menjelaskan hibah, hadiah dan sedekah
secara singkat, sehingga sudah barang tentu banyak kekurangan yang perlu
ditambahkan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Cilacap,
25 Oktober 2011
Misbah
Khusurur, M.S.I
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi,
Raud}atut} T}a>libi>n Wa‘umdatul Mufti>n, dalam al-maktabah
asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.
Ar-Ra>zi,
Tafsi>r ar-Ra>zi, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r
as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.
Ad-Dimya>t}i,
I‘a>natut} T}a>libi>n, dalam al-maktabah asy-sya>milah,
al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.
Al-Ans}a>ri,
Zakariyya, Asnal Mat}a>lib, dalam al-maktabah asy-sya>milah,
al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.
Karim,
Helmi, Fiqh Muamalah, 1997, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Habi>b,
M. Sad‘di> Abu, Al-Qa>mu>s
Al-Fiqhi, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni
2.08. website: http://www.shamela.ws.
Qal‘aji, Muhammad ,Mu‘jam lugatil fuqa>ha>,
, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08.
website: http://www.shamela.ws.
Sa>biq,
Sayyid, Fiqhus Sunnah, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r
as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.
[1] Dosen Fikih
Mu’a>malah IAIIG Cilacap.
[2] ‘At}iyyah
adalah sesuatu yang diberikan tanpa imbalan.
[3] An-Nawawi, Raud}atut}
T}a>libi>n Wa‘umdatul Mufti>n, dalam al-maktabah asy-sya>milah,
al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 2, h. 269.
[4] Muhammad
Qal‘aji, Mu‘jam lugatil fuqa>ha>, , dalam al-maktabah
asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 1, h. 130.
[5] Ad-Dimya>t}i,
I‘a>natut} T}a>libi>n, dalam al-maktabah asy-sya>milah,
al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 3, h. 168.
[6] An-Nawawi, Raud}atut}
T}a>libi>n Wa‘umdatul Mufti>n, dalam al-maktabah asy-sya>milah,
al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 2, h. 269.
[7]
Ad-Dimya>t}i, I‘a>natut} T}a>libi>n, dalam al-maktabah
asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 3, h. 168.
[8] Zakariyya>
Al-Ans}a>ri, Asnal Mat}a>lib, dalam al-maktabah asy-sya>milah,
al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 13, h. 35.
[9] Sayyid Sa>biq,
Fiqhus Sunnah, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni
2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 2,
h. 33.
[10] Muhammad
Qal‘aji, Mu‘jam lugatil fuqa>ha>,
dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08.
website: http://www.shamela.ws., juz 1, h.
493.
[11] An-Nawawi, Raud}atut}
T}a>libi>n Wa‘umdatul Mufti>n, dalam al-maktabah asy-sya>milah,
al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 2, h. 269.
[12] Zakariyya>
Al-Ans}a>ri, Asnal Mat}a>lib, dalam al-maktabah asy-sya>milah,
al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 13, h. 35.
[13] M. Sad‘di>
Abu Habi>b, Al-Qa>mu>s Al-Fiqhi, dalam al-maktabah
asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 1, h. 209.
[14] Ad-Dimya>t}i, I‘a>natut}
T}a>libi>n, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r
as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 3, h. 172.
[15] Ar-Ra>zi, Tafsi>r
ar-Ra>zi, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r
as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 3, h. 52.
[16] Helmi Karim, Fiqh
Muamalah, 1997, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h. 73.
[17] Zakariyya> Al-Ans}a>ri, Asnal
Mat}a>lib, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r
as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 13, h. 33.
[18] Sa \‘di \ Abu Habi>b, Al-Qa>mu>s
Al-Fiqhi, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni
2.08. website: http://www.shamela.ws., juz
1, h. 357.
[19] Muhammad Qal‘aji, Mu‘jam
lugatil fuqaha>, dalam
al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 1, h. 93.
[20] Ar-Ra>zi, Tafsi>r
ar-Ra>zi, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r
as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.,
juz 1, h. 299.
BalasHapusLegendaQQ.Net
Pilihan Terbaik Untuk Permainan Kartu Sang
LEGENDARIS !!!
Min Depo 20Rb !!!
Kartu Para Sang LEGENDA !!!
WinRate Tertinggi !!!
Kami Hadirkan 7 Permainan 100% FairPlay :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon
Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan
diri anda di Legenda QQ
Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama
kami !!!
Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar"
nya !!!
Contact Us :
+ live chat : legendapelangi.com
+ Skype : Legenda QQ
+ BBM : 2AE190C9